PENGARUH BAHASA ASING DALAM PERKEMBANGAN BAHASA INDONESIA
Kedudukan Bahasa Nasional dan Bahasa Asing
Kedudukan Bahasa Inggris di Indonesia merupakan bahasa asing
pertama. Kedudukan tersebut berbeda dengan bahasa kedua. Mustafa dalam
hal ini menyatakan bahwa bahasa kedua adalah bahasa yang dipelajari anak
setelah bahasa ibunya dengan ciri bahasa tersebut digunakan dalam
lingkungan masyarakat sekitar. Sedangkan bahasa asing adalah bahasa
negara lain yang tidak digunakan secara umum dalam interaksi sosial.
Kedudukan Bahasa Inggris di Indonesia tersebut mengakibatkan jarang
digunakannya Bahasa Inggris dalam interaksi sosial di lingkungan anak.
Hal tersebut menjadi tantangan tersendiri bagi lembaga Pendidikan Anak
Usia Dini (PAUD) yang menggunakan bahasa pengantar Bahasa Inggris karena
pemerolehan bahasa asing bagi anak berbanding lurus dengan volume,
frekuensi dan penggunaannya dalam kehidupan sehari-hari.
Pelaksanaan program pembelajaran dengan pengantar Bahasa
Inggris tersebut mendapat berbagai kendala mengingat kedudukan Bahasa
Inggris di Indonesia sebagai first foreign languange (bahasa asing
pertama). Artinya, Bahasa Inggris hanya menjadi bahasa pada kalangan
tertentu, tidak digunakan oleh masyarakat umum seperti jika kedudukannya
sebagai bahasa kedua. Hal ini menyebabkan kurangnnya interaksi anak
terhadap Bahasa Inggris. Selain itu terdapat juga berbagai pendapat
mengenai pemerolehan bahasa kedua atau bahasa asing yang bisa
mempengaruhi perkembangan bahasa ibu.
Pendapat tersebut mengungkapkan bahwa secara umum terjadi masalah jika anak dikenalkan pada dua bahasa secara bersamaan pada usia dini. Terutama ketika dikenalkan pada usia pra sekolah setelah bahasa ibu sudah sering digunakan. Pendapat lainnya menjelaskan bahwa jika bahasa kedua dikenalkan sebelum bahasa pertama benar-benar terkuasai, maka bahasa pertama perkembangannya akan lambat dan bahkan mengalami regresi. Selain itu, ada juga yang berpendapat bahwa bahasa kedua akan terperoleh ketika bahasa pertama sudah dikuasai.
Pendapat tersebut mengungkapkan bahwa secara umum terjadi masalah jika anak dikenalkan pada dua bahasa secara bersamaan pada usia dini. Terutama ketika dikenalkan pada usia pra sekolah setelah bahasa ibu sudah sering digunakan. Pendapat lainnya menjelaskan bahwa jika bahasa kedua dikenalkan sebelum bahasa pertama benar-benar terkuasai, maka bahasa pertama perkembangannya akan lambat dan bahkan mengalami regresi. Selain itu, ada juga yang berpendapat bahwa bahasa kedua akan terperoleh ketika bahasa pertama sudah dikuasai.
Berbagai pendapat tersebut menjadi permasalahan
tersendiri mengenai pembelajaran anak usia dini yang menggunakan Bahasa
Inggris dalam konteks Bahasa Inggris sebagai bahasa asing di Indonesia.
Perlu pengembangan program yang mapan dan berkesinambungan untuk
menciptakan suatau program yang memang efektif untuk diterapkan di
lembaga Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) di Indonesia, mengingat
kedudukan Bahasa Inggris itu sendiri sebagai first foreign language.
Kedudukan dan Fungsi Bahasa Indonesia
Secara formal sampai saat ini bahasa Indonesia mempunyai empat kedudukan, yaitu sebagai bahasa persatuan, bahasa nasional, bahasa negara, dan bahasa resmi. Dalam perkembangannya lebih lanjut, bahasa Indonesia berhasil mendudukkan diri sebagai bahasa budaya dan bahasa ilmu. Keenam kedudukan ini mempunyai fungsi yang berbeda, walaupun dalam praktiknya dapat saja muncul secara bersama-sama dalam satu peristiwa, atau hanya muncul satu atau dua fungsi saja.
Bahasa Indonesia dikenal secara luas sejak “Soempah
Pemoeda”, 28 Oktober 1928, yang menjadikan bahasa Indonesia sebagai
bahasa persatuan. Pada saat itu para pemuda sepakat untuk mengangkat
bahasa Melayu-Riau sebagai bahasa Indonesia. Para pemuda melihat bahwa
bahasa Indonesialah yang berpotensi dapat mempersatukan bangsa Indonesia
yang terdiri atas ratusan suku vangsa atau etnik. Pengangkatan status
ini ternyata bukan hanya isapan jempol. Bahasa Indonesia bisa
menjalankan fungsi sebagai pemersatu bangsa Indonesia. Dengan
menggunakan bahasa Indonesia rasa kesatuan dan persatuan bangsa yang
berbagai etnis terpupuk. Kehadiran bahasaIndonesia di tengah-tengah
ratusan bahasa daerah tidak menimbulkan sentimen negatif bagi etnis yang
menggunakannya. Sebaliknya, justru kehadiran bahasa Indonesia dianggap
sebagai pelindung sentimen kedaerahan dan sebagai penengah ego kesukuan.
Dalam hubungannya sebagai alat untuk menyatukan berbagai
suku yang mempunyai latar belakang budaya dan bahasa masing-masing,
bahasa Indonesia justru dapat menyerasikan hidup sebagai bangsa yang
bersatu tanpa meinggalkan identitas kesukuan dan kesetiaan kepada
nilai-nilai sosial budaya serta latar belakang bahasa etnik yang
bersangkutan. Bahkan, lebih dari itu, dengan bahasa Indonesia sebagai
bahasa persatuan ini, kepentingan nasional diletakkan jauh di atas
kepentingan daerah dan golongan.
Latar belakang budaya dan bahasa yang berbeda-beda berpotensi
untuk menghambat perhubungan antardaerah antarbudaya. Tetapi, berkat
bahasa Indonesia, etnis yang satu bisa berhubungan dengan etnis yang
lain sedemikian rupa sehingga tidak menimbulkan kesalahpahaman. Setiap
orang Indonesia apa pun latar belakang etnisnya dapat bepergian ke
pelosok-pelosok tanah air dengan memanfaatkan bahasa Indonesia sebagai
alat komunikasi. Kenyataan ini membuat adanya peningkatan dalam
penyebarluasan pemakaian bahasa Indonesia dalamn fungsinya sebagai alat
perhubungan antardaerah antarbudaya. Semuanya terjadi karena bertambah
baiknya sarana perhubungan, bertambah luasnya pemakaian alat perhubungan
umum, bertambah banyaknya jumlah perkawinan antarsuku, dan bertambah
banyaknya perpindahan pegawai negeri atau karyawan swasta dari daerah
satu ke daerah yang lain karena mutasi tugas atau inisiatif sendiri.
Bahasa Indonesia sebagai bahasa nasional mulau
dikenal sejak 17 Agustus 1945 ketika bangsa Indonesia menyatakan
kemerdekaannya. Dalam kedudukan sebagai bahasa nasional, bahasa
Indonesia berfungsi sebagai lambang kebanggaan nasional atau lambang
kebangsaan. Bahasa Indonesia mencerminkan nilai-nilai sosial budaya yang
mendasari rasa kebangsaan. Melalui bahasa nasional, bangsa Indonesia
menyatakan harga diri dan nilai-nilai budaya yang dapat dijadikan
pegangan hidup. Atas dasar kebanggaan ini, bahasa Indonesia dipelihara
dan dikembangkan oleh bangsa Indonesia. Rasa kebanggaan menggunakan
bahasa Indonesia ini pun terus dibina dan dijaga oelh bangsa Indonesia.
Sebagai lambang identitas nasional, bahasa Indonesia dijunjung tinggi di
samping bendera nasional, Merah Putih, dan lagu nasional bangsa
Indonesia, Indonesia Raya. Dalam melaksanakan fungsi ini, bahasa
Indonesia tentulah harus memiliki identitasnya sendiri sehingga serasi
dengan lambang kebangsaan lainnya. Bahasa Indonesia dapat mewakili
identitasnya sendiri apabila masyarakat pemakainya membina dan
mengembangkannya sedemikian rupa sehingga bersih dari unsur-unsur bahasa
lain, yang memang benar-benar tidak diperlukan, misalnya istilah/kata
dari bahasa Inggris yang sering diadopsi, padahal istilah.kata tersebut
sudah ada padanannya dalam bahasa Indonesia.
Sejalan dengan fungsinya sebagai alat perhubungan
antardaerah dan antarbudaya, bahasa Indonesia telah berhasil pula
menjalankan fungsinya sebagai alat pengungkapan perasaan. Kalau beberapa
tahun yang lalu masih ada orang yang berpandangan bahwa bahasa
Indonesia belum sanggup mengungkapkan nuansa perasaan yang halus,
sekarang dapat dilihat kenyataan bahwa seni sastra dan seni drama, baik
yang dituliskan maupun yang dilisankan, telah berkembang demikian
pesatnya. Hal ini menunjukkan bahwa nuansa perasaan betapa pun halusnya
dapat diungkapkan secara jelas dan sempurna dengan menggunakan bahasa
Indonesia. Kenyataan ini tentulah dapat menambah tebalnya rasa kesetiaan
kepada bahasa Indonesia dan rasa kebanggaan akan kemampuan bahasa
Indonesia.
Dengan berlakunya
Undang-undang Dasar 1945, bertambah pula kedudukan bahasa Indonesia,
yaitu sebagai bahasa negara dan bahasa resmi. Dalam kedudukannya sebagai
bahasa negara, bahasa Indonesia dipakai dalam segala upacara,
peristiwa, dan kegiatan kenegaraan, baik secara lisan maupun tulis.
Dokumen-dokumen, undang-undang, peraturan-peraturan, dan surat-menyurat
yang dikeluarkan oleh pemerintah dan instansi kenegaraan lainnya ditulis
dalam bahasa Indonesia. Pidato-pidato kenegaraan ditulis dan diucapkan
dengan bahasa Indonesia. Hanya dalam kondisi tertentu saja, demi
komunikasi internasional (antarbangsa dan antarnegara), kadang-kadang
pidato kenegaraan ditulis dan diucapkan dengan bahasa asing, terutama
bahasa Inggris. Warga masyarakat pun dalam kegiatan yang berhubungan
dengan upacara dan peristiwa kenegaraan harus menggunakan bahasa
Indonesia. Untuk melaksanakan fungsi sebagai bahasa negara, bahasa perlu
senantiasa dibina dan dikembangkan. Penguasaan bahasa Indonesia perlu
dijadikan salah satu faktor yang menentukan dalam pengembangan
ketenagaan, baik dalam penerimaan karyawan atau pagawai baru, kenaikan
pangkat, maupun pemberian tugas atau jabatan tertentu pada seseorang.
Fungsi ini harus diperjelas dalam pelaksanaannya sehingga dapat menambah
kewibawaan bahasa Indonesia.
Dalam kedudukan bahasa Indonesia sebagai bahasa resmi, bahasa Indonesia
bukan saja dipakai sebagai alat komunikasi timbal balik antara
pemerintah dan masyarakat luas, dan bukan saja dipakai sebagai alat
perhubungan antardaerah dan antarsuku, tetapi juga dipakai sebagai alat
perhubungan formal pemerintahan dan kegiatan atau peristiwa formal
lainnya. Misalnya, surat-menyurat antarinstansi pemerintahan, penataran
para pegawai pemerintahan, lokakarya masalah pembangunan nasional, dan
surat dari karyawan atau pagawai ke instansi pemerintah. Dengan kata
lain, apabila pokok persoalan yang dibicarakan menyangkut masalah
nasional dan dalam situasi formal, berkecenderungan menggunakan bahasa
Indonesia. Apalagi, di antara pelaku komunikasi tersebut terdapat jarak
sosial yang cukup jauh,misalnya antara bawahan – atasan, mahasiswa –
dosen, kepala dinas – bupati atau walikota, kepala desa – camat, dan
sebagainya.
Akibat pencantuman
bahasa Indonesia dalam Bab XV, Pasal 36, UUD 1945, bahasa Indonesia pun
kemudian berkedudukan sebagai bahasa budaya dan bahasa ilmu. Di samping
sebagai bahasa negara dan bahasa resmi. Dalam hubungannya sebagai
bahasa budaya, bahasa Indonesia merupakan satu-satunya alat yang
memungkinkan untuk membina dan mengembangkan kebudayaan nasional
sedemikian rupa sehingga bahasa Indonesia memiliki ciri-ciri dan
identitas sendiri, yang membedakannya dengan kebudayaan daerah. Saat ini
bahasa Indonesia dipergunakan sebagai alat untuk menyatakan semua nilai
sosial budaya nasional. Pada situasi inilah bahasa Indonesia telah
menjalankan kedudukannya sebagai bahasa budaya. Di samping itu, dalam
kedudukannya sebagai bahasa ilmu, bahasa Indonesia berfungsi sebagai
bahasa pendukung ilmu pengetahuna dan teknologi (iptek) untuk
kepentingan pembangunan nasional. Penyebarluasan iptek dan
pemanfaatannya kepada perencanaan dan pelaksanaan pembangunan negara
dilakukan dengan menggunakan bahasa Indonesia. Penulisan dan
penerjemahan buku-buku teks serta penyajian pelajaran atau perkuliahan
di lembaga-lembaga pendidikan untuk masyarakat umum dilakukan dengan
menggunakan bahasa Indonesia. Dengan demikian, masyarakat Indonesia
tidak lagi bergantung sepenuhnya kepada bahasa-bahasa asing (bahasa
sumber) dalam usaha mengikuti perkembangan dan penerapan iptek. Pada
tahap ini, bahasa Indonesia bertambah perannya sebagai bahasa ilmu.
Bahasa Indonesia oun dipakai bangsa Indonesia sebagai alat untuk
mengantar dan menyampaian ilmu pengetahuan kepada berbagai kalangan dan
tingkat pendidikan.
Bahasa
Indonesia berfungsi pula sebagai bahasa pengantar di lembaga-lembaga
pendidikan, mulai dari lembaga pendidikan terendah (taman kanak-kanak)
sampai dengan lembaga pendidikan tertinggi (perguruan tinggi) di seluruh
Indonesia, kecuali daerah-daerah yang mayoritas masih menggunakan
bahasa daerah sebagai bahasa ibu. Di daerah ini, bahasa daerah boleh
dipakai sebagai bahasa pengantar di dunia pendidikan tingkat sekolah
dasar sampai dengan tahun ketiga (kelas tiga). Setelah itu, harus
menggunakan bahasa Indonesia. Karya-karya ilmiah di perguruan tinggi
(baik buku rujukan, karya akhir mahasiswa – skripsi, tesis, disertasi,
dan hasil atau laporan penelitian) yang ditulis dengan menggunakan
bahasa Indonesia, menunjukkan bahwa bahasa Indonesia telah mampu sebagai
alat penyampaian iptek, dan sekaligus menepis anggapan bahsa bahasa
Indonesia belum mampu mewadahi konsep-konsep iptek.
Sebab-sebab Terjadinya variasi penggunaan bahasa asing di
Indonesia
a) Interferensi
Heterogenitas Indonesia dan disepakatinya bahasa Indonesia
sebagai bahasa Nasional berimplikasi bahwa kewibawaan akan berkembang dalam
masyarakat. Perkembanngan ini tentu menjadi masalah tersendiri yang perlu
mendapat perhatian, kedwibahasaan, bahkan kemultibahasaan adalah suatu
kecenderungan yang akan terus berkembang sebagai akibat globalisasi. Di samping
segi positifnya, situasi kebahasaan seperti itu berdampak negatif terhadap
penguasaan Bahasa Indonesia. Bahasa daerah masih menjadi proporsi utama dalam
komunikasi resmi sehingga rasa cinta terhadap bahasa Indonesia harus
terkalahkan oleh bahasa daerah.
Alwi, dkk.(eds.) (2003: 9), menyatakan bahwa banyaknya unsur
pungutan dari bahasa Jawa, misalnya dianggap pemerkayaan bahasa Indonesia,
tetapi masuknya unsur pungutan bahasa Inggris oleh sebagian orang dianggap
pencemaran keaslian dan kemurnian bahasa kita. Hal tersebut yang menjadi sebab
adanya interferensi. Chaer (1994: 66) memberikan batasan interferensi adalah
terbawa masuknya unsur bahasa lain ke dalam bahasa yang sedang digunakan
sehingga tampak adanya penyimpangan kaidah dari bahasa yang digunakan itu.
Selain bahasa daerah, bahasa asing (baca Inggris) bagi
sebagian kecil orang Indonesia ditempatkan di atas bahasa Indonesia. Faktor
yang menyebabkan timbulnya sikap tersebut adalah pandangan sosial ekonomi dan
bisnis. Penguasaan bahasa Inggris yang baik menjanjikan kedudukan dan taraf
sosial ekonomi yang jauh lebih baik daripada hanya menguasai bahasa Indonesia.
Penggunaan bahasa Inggris di ruang umum telah menjadi
kebiasaan yang sudah tidak terelakkan lagi. Hal tersebut mengkibatkan lunturnya
bahasa dan budaya Indonesia yang secara perlahan tetapi pasti telah menjadi
bahasa primadona. Misalnya, masyarakat lebih cenderung memilih “pull” untuk
“dorong” dan “push” untuk “tarik”, serta “welcome” untuk “selamat datang”.
Sikap terhadap bahasa Indonesia yang kurang baik terhadap
kemampuan berbahasa Indonesia di berbagai kalangan, baik lapisan bawah,
menengah, dan atas; bahkan kalangan intelektual. Akan tetapi, kurangnya
kemampuan berbahasa Indonesia pada golongan atas dan kelompok intelektual
terletak pada sikap meremehkan dan kurang menghargai serta tidak mempunyai rasa
bangga terhadap bahasa Indonesia.
b) Integrasi
Selain interferensi, integrasi juga dianggap sebagai
pencemar terhadap bahasa Indonesia. Chaer (1994:67), menyatakan bahwa integrasi
adalah unsur-unsur dari bahasa lain yang terbawa masuk sudah dianggap,
diperlakukan, dan dipakai sebagai bagian dan bahasa yang menerima atau yang
memasukinya. Proses integrasi ini tentunya memerlukan waktu yang cukup lama,
sebab unsur yang berintegrasi itu telah disesuaikan, baik lafalnya, ejaannya,
maupun tata bentuknya. Contoh kata yang berintegrasi antara lain montir, riset,
sopir, dongkrak.
c) Alih Kode dan Campur Kode
Alih kode ( code swiching) dan campur kode (code mixing)
merupakan dua buah masalah dalam masyarakat yang multilingual. Peristiwa campur
kode dan alih kode disebabkan karena penguasaan ragam formal bahasa Indonesia.
Alih kode adalah beralihnya penggunaan suatu kode (entah
bahasa atau ragam bahasa tertentu) ke dalam kode yang lain (bahasa atau bahasa
lain) (Chaer, 1994: 67). Campur kode adalah dua kode atau lebih digunakan
bersama tanpa alasan, dan biasanya terjadi dalam situasi santai (Chaer, 1994:
69). Di antara ke dua gejala bahasa itu, baik alih kode maupun campur kode
gejala yang sering merusak bahasa Indonesia adalah campur kode. Biasanya dalam
berbicara dalam bahasa Indonesia dicampurkan dengan unsur-unsur bahasa daerah.
Sebaliknya juga bisa terjadi dalam berbahasa daerah tercampur unsur-unsur
bahasa Indonesia. Dalam kalangan orang terpelajar seringkali bahasa Indonesia
dicampur dengan unsur-unsur bahasa Inggris.
Pengaruh Bahasa Inggris Terhadap Kosa-Kata Bahasa Indonesia
Bahasa Indonesia dari awal pertumbuhannya sampai sekarang telah
banyak menyerap unsur-unsur asing terutarna dalam hal kosa kata. Bahasa
asing yang memberi pengaruh kosa kata dalam bahasa Indonesia antara lain
: bahasa Sansekerta, bahasa Belanda, bahasa Arab dan bahasa Inggris.
Masuknya unsur-unsur asing ini secara historis juga sejalan dengan
kontak budaya antara bangsa Indonesia dengan bangsa-bangsa pemberi
pengaruh. Mula-mula bahasa Sansekerta sejalan dengan masuknya agama
Hindu ke Indonesia sejak sebelum bahasa Indonesia memunculkan identitas
dirinya sebagai bahasa Indonesia, kemudian bahasa Arab karena eratnya
hubungan keagamaan dan perdagangan antara masyarakat timur tengah dengan
bangsa Indonesia, lalu bahasa Belanda sejalan dengan masuknya
penjajahan Belanda ke Indonesia, kemudian bahasa Inggris yang berjalan
hingga sekarang, salah satu faktor penyebabnya adalah semakin
intensifnya hubungan ilmu pengetahuan dan teknologi antara bangsa
Indonesia dengan masyarakat pengguna bahasa Inggris. Unsur-unsur asing ini telah menambah sejumlah besar kata ke dalam
bahasa Indonesia sehingga bahasa Indonesia mengalami perkembangan sesuai
dengan tuntutan zaman. Dan sejalan dengan perkembangan itu muncullah
masalah-masalah kebahasaan, khususnya penyerapan kata-kata bahasa
Inggris.
Ada dua cara penyerapan kata-kata dan ungkapan-ungkapan dari bahasa
inggris ke dalam bahasa Indonesia. Cara pertama adalah dengan menyerap
secara seluruhnya, baik dalam ejaan maupun pada ucapannya. Cara kedua
adlah dengan menyesuaikan ejaan maupun ucapannya. Penyerapan dengan
[enyesuaian pada umumnya mengacu pada ucapan kata aslinya. Dengan
demikian akan terjadi dalam ejaannya, diselaraskan dengan kaidah bahasa
Indonesia.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar